Catatan Berikutnya di Momen Pertambahan Usia (Part 2)
11. Sujud, kenangan terbaik selama kita hidup di dunia — (Gus Baha)
Bukan pangkat, harta, kedudukan, dan sesuatu yang sifatnya membuat terlena, tapi sujud. Sujud saat salat fardu, sudah pasti harus selesai dengan yang ini mah. Yang harus ditingkatkan, ya sujud dalam salat-salat sunnah. Kalau ini sudah istiqomah dilakukan, baru bisa dikatakan rajin salat.
Yang selain sujud itu bukan berarti tidak boleh dicari, tapi jangan sampai membuat kesempatan untuk sujud jadi tersisihkan apalagi sampai terlupakan. Sungguh-sungguh jangan.
Selain kuantitas, kualitasnya mesti ditingkatkan. Ilmunya hampir tiap bakda subuh (kalau tidak libur dan saya malas) dipelajari lewat ngaji kitab Safinah, dan kitab fiqih lainnya. Alhamdulillah. Tinggal aplikasinya dalam tiap salat agar ilmunya barokah. Bukan sekadar dicatat dan didengarkan dan sesekali dibagikan lewat story Instagram. Bagus-bagus kalau bisa disampaikan ulang ke yang belum paham.
12. Jangan menunggu tua untuk jadi pribadi yang taat
Saat menulis poin ini saya sedang duduk sehabis melaksanakan salat Magrib di Masjid Agung kecamatan Cineam. Saya melihat jamaah yang didominasi bapak-bapak berusia senja sedang khusyuk membaca Surat Yasin. Terlihat nikmat. Oh iya, sekarang malam Jumat (20/12/23). Tradisi di daerah kami memang suka yasinan, doa-doa, dan barjanjian.
Dari apa yang saya lihat, memang bukan seperti nikmat lagi, tapi sudah pasti nikmat. So, jangan menunggu jadi tua — karena itu tidak pasti — untuk menjadi sebaik-baik hamba yang senantiasa mendekat pada-Nya, tapi sejak sekarang harus dibiasakan.
Dibiasakan tentu melewati proses pemaksaan terhadap diri sendiri. Baiknya memang melandasi ketaatan atas dasar cinta. Tapi, karena keberadaan nafsu yang bercokol dalam diri seringkali bandel, maka harus dipaksakan dulu. Setelah terbiasa diharapkan lahir cinta.
“Beri sedikit waktu/ Biar cinta datang karena telah terbiasa” kata mas Ahmad Dhani dalam lirik lagu Risalah Hati-nya Dewa.
Ibadah-ibadah yang jamak dikerjakan di masjid selain salat tentunya, jangan sampai terlewat.
13. Nongkrong di coffee shop asyik juga
Baru-baru ini saya menemukan tempat ngopi yang asik. Lokasinya lumayan, harus ditempuh dengan kurang lebih 25–30 menit perjalanan menggunakan motor. Terhitung mungkin sudah 4 kali saya ke sana dan malah ingin lagi dan lagi. Tempatnya nyaman untuk mengerjakan tugas atau sekadar ngopi sambil ngobrol.
Sebelumnya saya enggak terlalu gandrung dengan kopi. Alasannya karena perut saya mudah kembung pasca meminumnya. Tapi, setelah nyoba beberapa kali, kopi ternyata maenyus juga. Ha. Saya sih langganannya es kopi susu. Untuk menu yang lain belum nyoba.
Beberapa hari lalu saya sengaja pergi ke sana sendiri sekalian mengedit CV. Cukup kondusif karena tempatnya cozy plus ada wifi. Untuk keperluan browsing dan hal-hal lain yang membutuhkan koneksi internet jadi mudah. Hanya saja kemarin itu tepat di samping saya ada yang sedang nge-vape dan asapnya sangat mengganggu. Mau negur juga enggak berani. Mau pindah meja juga enggak enak.
Sepertinya ke depan saya ingin pergi ke sana bukan hanya sekadar untuk ngopi tapi juga membuat sesuatu, tulisan misalnya atau menggarap project lain. Semoga saja.
14. Perasaan merasa kalah plus tertinggal jauh dari orang lain yang dengan semaunya datang dan susah pergi
Mengatasi hal ini susah-susah gampang. Biasanya muncul setelah melihat dan mendengar/tahu kabar baik tentang orang lain — baik dikenal atau hanya tahu dari berbagai kanal, salah satunya media sosial.
Mengetahui orang lain sudah di titik mana ada baiknya sebagai penyemangat. Tapi, itu kalau pikiran kita larinya memang ke sana. Kalau justru melupakan nikmat yang sudah didapat gegara silau dengan pencapaian orang lain, kan bahaya juga. Ujung-ujungnya merasa diri banyak kurangnya dan berakhir jadi tersiksa.
Jujur, saya masih struggle soal mengatasi perasaan semacam ini. Ada kalanya dengan mudah bisa mengabaikan, kadang juga dalam kesempatan lain malah berlarut-larut terus kepikiran.
Diet media sosial memang satu cara yang harusnya saya lakukan secara konsisten. Tapi, dari sekian kali percobaan, seringnya gagal dan gagal. Salut untuk mereka yang tak tergoda dengan media sosial yang bahkan untuk akunnya pun tidak punya sama sekali.
Saya termasuk yang masih melihat kalau media sosial banyak manfaatnya. Madaratnya juga tentu sangat ada — banyak. Jadi, balik lagi ke kita sebagai user-nya. Mau dibawa ke mana dan untuk apa.
15. Mulai menanam untuk dipanen di hari depan
Di desa saya saat musim durian tiba selain memakan buahnya cukup banyak juga warga yang tertarik untuk menanam pohonnya. Ada yang memanfaatkan peluang ini untuk menjual bibit durian dengan beragam varian. Orang tua saya juga membeli 3 bibitnya. Baru-baru ini Bapak sudah menanamnya di kebun belakang rumah.
Para warga mungkin termotivasi dengan minat orang-orang akan durian sehingga kelak ketika pohonnya sudah berbuah, mereka akan mendapatkan keuntungan dari sana. Harga durian kan lumayan juga. Tapi, kalau pun buahnya tidak banyak, minimal bisa dikonsumsi untuk keluarga sendiri atau dibagikan ke tetangga.
Konon butuh waktu yang lumayan lama sampai si pohon durian kecil akhirnya berbuah. Dengar dari obrolan beberapa warga, ada yang berbuah setelah 6 sampai 7 tahun bahkan lebih. Itu juga pohonnya tidak besar-besar banget sehingga buah yang dihasilkan pun tidak terlalu banyak. Tapi, kalau memang pohonnya banyak, kan lumayan juga. Pundi-pundi rupiah ngagupayan di depan mata.
Kalau ternyata yang menanam lebih dulu pulang ke Rahmatullah, keluarganya lah yang nantinya menikmati. Insya allah pahala telah menanam bibit di masa lalu hingga akhirnya anak, cucu, keluarga, dan tetangga merasakan manisnya buah durian akan senantiasa mengalir pada almarhum. Jadi, tidak ada kata sia-sia telah menanam.
Selain menanam sesuatu yang sifatnya fisik, kita juga harus terdorong untuk menanam banyak hal lain. Kebaikan misalnya.
Jangan terlalu fokus pada apakah orang lain akan membalas kebaikan kita atau tidak. Hal semacam itu harus dijauhkan dari pertimbangan kita dalam berbuat baik. Satu-satunya yang harus kita andalkan untuk memberikan kebaikan berlipat-lipat hanyalah Allah Swt.
Jangan berharap pada manusia! Celaka. Seminimalnya bentuk celaka itu adalah kecewa. Bukannya kecewa membikin hati terluka?
16. Penting untuk menguasai — berbagai — skill
Terserah sih mau 1 skill tapi dengan penguasaan yang paripurna atau sekadarnya tapi menguasai banyak. Saya sedang malas untuk berpikir lebih dalam soal apakah lebih baik menjadi seorang generalis atau spesialis.
Tapi, mari berangkat untuk mulai belajar skill itu dengan minat yang kuat. Tak lain agar proses ngulik dan menjalaninya tidak hanya semangat di awal lalu setelah itu balik kanan sambil mengangkat bendera putih tanda menyerah.
Saya terpikir mengenai ini saat membaca beberapa info lowongan kerja yang ternyata saya enggak ada pengalaman di bidang itu. Ada sedikit karya yang bisa disusun dalam fortofolio yang berhubungan dengan menulis, tapi sepertinya belum cukup dan saya juga sebenarnya masih asing dengan jenis pekerjaan ini.
Saya tertarik untuk mempelajari copywriting dan content writing karena berkaitan dengan tulis menulis, aktivitas yang saya minati.
Semoga dalam waktu dekat bisa mulai eksekusi untuk mengikuti berbagai kelas mengenai ini atau mengenalnya secara mandiri lewat baca-baca atau nonton plus dengerin materinya di YouTube.
17. Men(y)enangkan bisa bermimpi dengan beberapa orang soleh
Mencintai orang-orang soleh adalah jalan terdekat menuju rida Allah Azza wa Jalla’ — Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi
Di tahun ini saya bermimpi bertemu dengan beberapa orang alim nan soleh. Sebut saja Gus Baha, Ustaz Adi Hidayat, dan dosen (guru) saya sendiri, Pak Aam Abdussalam. Tak ada amalan khusus untuk bisa memimpikan beliau-beliau ini. Formula yang bisa simpulkan atas kesempatan memimpikan ketiganya yaitu intensitas mengingatnya.
Untuk soal mengingat tidak mesti selalu dengan cara membicarakannya setiap saat, namun bisa juga lantaran sering menyimak apa yang mereka sampaikan sehingga membekas di benak. Ini berlaku pada Gus Baha dan Pak Aam.
Untuk Gus Baha, saya paling sering membagikan klip video dari mauidzah beliau lewat akun-akun muhibbin Gus Baha di media Sosial, terutama Instagram, WhatsApp, dan Tumblr — kutipan singkatnya. Selalu ada hikmah berupa PoV lain atas beragam persoalan yang pemahamannya mapan di kalangan muslim mayoritas.
Adapun untuk Pak Aam, karena memang interaksi dengan beliau sudah cukup lama, sejak tahun 2012–2023 lewat perkuliahan, impresi saya terhadap beliau sangat kuat. Saya begitu kagum dengan ilmu, ketauhidan, dan akhlak beliau. Apa yang beliau sampaikan selalu menyentuh inti kesadaran diri saya. Saya menjadikan beliau sebagai salah satu role model pendidik terbaik yang pernah ditemui secara langsung.
Sementara itu, untuk Ustaz Adi Hidayat sebenarnya saya jarang nyimak video beliau secara full. Paling beberapa video singkat yang lewat di YouTube atau Instagram. Tapi, saya bisa memimpikan beliau. Nah, itu saya juga kurang tahu kenapa bisa seperti itu. Mungkinkah ini sebuah petunjuk? Wallahu a’lam.
Lupa tepatnya dari kapan gandrung dengerin lagu-lagu Jawa. Mungkin setahun atau dua tahun belakangan. Walau enggak paham dengan artinya, musiknya enakeun. Kadang saya googling artinya kalau lagi rajin. Lebih banyaknya cuma nikmatin musiknya saja sembari membaca curhatan orang-orang di kolom komentar. Cerita mereka kalau dikembangkan potensial bisa diangkat jadi FTV, sinetron berepisode-episode, hingga film. Banyak yang nyesek-nyesek. Ha.
19. Asmara?
Masih tanda tanya. Lihat tanda tanya itu — meminjam potongan larik puisinya bang Aan Mansyur di buku Tidak Ada New York Hari Ini, saya tidak punya jawaban untuk itu. Misteri yang bikin mumet kepala kalau terus dipikirkan.
20. Terpikir mau jualan kupat tahu
Beberapa hari lalu saya ingin makan kupat tahu dan langsung berangkat membelinya. Tiba-tiba kepikiran saja kalau menarik juga kalau jualan kupat tahu sendiri. Sepertinya tidak membutuhkan modal yang besar-besar amat. Pengolahannya juga agaknya simpel saja.
Saya spontan membandingkan potensi keuntungan jualan kupat tahu dengan uang honor ngajar yang begitulah, sudah jadi rahasia umum kisaran nominalnya.
Tapi ini pikiran random saja. Saya belum tentu menyeriusinya. Kalau pun iya, bisa jadi ide jualannya bukan kupat tahu juga. Bisa bubur ayam, bakso, pecel, atau yang lain — belum terpikirkan. He.
Cikondang-Manonjaya (Story Coffee), 30 Desember 2023, 21.40 WIB